Jacobus Busono
Bos Pura Group Takut Sombong
Presiden Direktur Pura Group Jacobus Busono adalah satu-satunya
wiraswasta dari Indonesia yang menjadi anggota World Enterpreneurship
binaan Presiden Prancis Nicolas Sarkozy. Meski punya prestasi selangit,
namanya jarang nonggol di publik karena sifatnya yang rendah hati. Jacobus Busono selama ini dikenal sebagai pribadi yang jarang menjadi
sorotan media. Padahal bos raksasa bisnis percetakan dan pengemasan
terbesar di Asia Tenggara asal Kudus ini masuk dalam jajaran
orang-orang terkaya di Indonesia.
Berkat keuletan dan visinya yang kuat, ia telah berhasil menempatkan
Pura sebagai perusahaan yang diperhitungkan di dunia dengan mengekspor
kertas sekuriti dan kertas uang ke 94 negara termasuk telah dipercaya
mencetak uang Somalia. Dalam prinsip dan falsafah hidupnya, kesuksesan bisa berangkat dari
sikap tidak sombong, sehingga orang akan cenderung menghargai orang
lain. Hal ini bisa direfleksikan dalam kepemimpinan dalam berbisnis,
menurutnya seorang pemimpin tidak boleh sombong dengan bawahannya. “Sombong itu merugikan diri sendiri dan orang lain. Pintar itu
relatif. Pemimpin yang baik itu tidak mungkin sombong, pemimpin tidak
boleh sombong dengan bawahannya,” pesan Bus panggilaan sapaan Jacobus. Menurutnya bila orang sombong, maka orang tersebut akan cenderung
sulit mendengarkan dan menerima masukan dari orang lain, sehingga akan
berpengaruh dalam pengambilan keputusan.
Jacobus Busono – Bekerja dengan hati
Orang harus punya mimpi dan visi. Buru terus hingga dapat, karena
tidak ada kata tidak mungkin. Kalau jatuh itu biasa sebagai langkah awal
menuju sukses. Demikian disampaikan Jacobus Busono, CEO Pura Group Indonesia,
perusahaan yang bermarkas di Kudus dan bergerak di bidang percetakan,
kemasan, pembuatan kertas, converting, sistem pemalsuan, smart cards,
dan mesin. Sebagai orang yang memiliki banyak pengalaman hidup dan makan asam
garam dalam bisnis, dia memiliki banyak prinsip dan filosofi hidup yang
menarik untuk digali lebih jauh. Apalagi pria kelahiran Kudus 60 tahun yang lalu ini belum lama
mendapat anugerah Muri untuk inovasi Iptek bidang industri yang
diserahkan langsung oleh Menristek Kusmayanto Kadiman.
Kisah sukses
Kisah sukses pria yang akrab disapa Bus ini sungguh luar biasa.
Bisnisnya berawal dari usaha keluarga bidang percetakan yang hanya
memiliki 35 orang karyawan. Karena memiliki mimpi besar untuk mengembangkan bisnis ini, Bus
memutuskan untuk meneruskan pendidikan ke Jerman dalam usianya yang
masih muda, 19 tahun. Setelah ilmu permesinan dikuasai, dia kembali ke Indonesia dan perlahan mengembangkan bisnis usaha di era 1970-an. Saat ditanya apa alasan utama Bus mengembangkan bisnis ini, jawabannya sederhana, karena dia menyukai usaha bidang percetakan. Selain itu, sebagai anak pertama dari dua bersaudara, dia memiliki
tanggung jawab besar untuk meneruskan bisnis keluarga yang merupakan
warisan dari sang kakek. Semula, memulai usaha keluarga dengan hanya bermodalkan mimpi besar.
Menuai penghargaan
Perlahan namun pasti, usaha yang semula hanya bergerak di bidang
percetakan semakin hari semakin bertambah besar dan mencapai kesuksesan
seperti saat ini. Pura Group kini memiliki 24 divisi produksi dengan
8.500 karyawan. Tidak heran jika beberapa tahun belakangan ini dia mendapatkan banyak
penghargaan bergengsi, antara lain penganugerahan Indonesia
Enterpreneur of The Year 2006 dan penghargaan pengekspor terbaik
Primaniyarta 2005 dan 2007.
Prinsip-prinsip itulah yang menjadikan Bus mampu menjadikan Pura
Group sebagai perusahaan besar meski basis roda bisnis mereka tidak
berjalan di kota besar seperti Jakarta dan sekitarnya melainkan di salah
satu kota kecil di Jawa Tengah, Kudus.
Saat ditanya apakah ada niat untuk memindahkan perusahaan ini ke Jakarta, dengan lantang dia menolak. “Di Jakarta orangnya palsu. Kalau di daerah orangnya humble, jujur.
Di Jakarta banyak orang gengsi, tidak bisa beli mobil tapi beli mobil,”
ujarnya. Ke depan, dia masih memiliki mimpi besar untuk perusahaannya. Dia
terus mengikuti inovasi dan perkembangan di bidang teknologi sebagai
modal pengembangan usahanya.
Asalkan masih pada jalurnya, dia tidak segan pula menerima kritik dan
masukan untuk pengembangan usaha, termasuk dari para karyawan dan
bawahannya.
Ia menambahkan dengan semakin menggeliatnya usahanya beberapa tahun
terakhir, omzet usahanya diperkirakan hingga akhir tahun 2008 bisa
mencapai Rp 3,5 sampai Rp 4 triliun. “Dalam bisnis yang penting kualitas
apa yang bisa kita buat agar terbaik, bukan mengejar berapanya,”
pesannya.